BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Efusi
pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi merupakan suatu tanda
adanya penyakit. Secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan
(5–20ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak
tanpa adanya gesekan antara kedua pleura saat bernafas.Penyakit-penyakit yang
dapat menimbulkan efusi pleura adalah tubercolusis, infeksi paru
nontubercolusis, sirosishati, gagal jantung kongesif.Secara geografis penyakit
ini terdapat diseluruh dunia,bahkan menjadi problema utama di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri,
diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat
melaporkan 1,3juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura terutama
disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Sementara di
Negara berkembang seperti Indonesia, diakibatkan oleh infeksi tubercolusis
Efusi pleura seiring terjadi di
negara negara yang sedang berkembang yang sedang berkembang salah satunya
indonesia. Negara negara barat efusi pleura disebabkan gagl jantung kongesti
keganasan bakteri. Di amerika afusi pluera menyerang 1,3 juta orang per tahun
(yoghie pratama 19 juni 2012)
Badan kesehatan dunia (WHO) 2011
memperkirakan jumlah kasus efusi pluera diseluruh dunia cukup tinggi menduduki
urutan ketiga setelah CA paru sekitar 10-15 juta dengan 250 ribu kematian tiap
tahunya.efusi pluera suatu disease entity dan merupakan suatu gejala penyakit
yang serius dapat mengancam jiwa penderita.
Dinegara negara barat efusi pluera
terutama disebabkan oleh gagal jantung kongesti sirosis hati keganasan dan
peneomia bakteri sementara di negara yang sedang berkembang seperti indoneisa
lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Efusi pluera keganasan merupakan
salah satu komplikasi biasanay
ditemukan pada penderita keganasan dan disebabkan oleh kangker paru dan kangker
payudara. Efusi pluera merupakan manifestasi klinik yang dapat di jumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pluera primer atau metastik. Sementara 5%
kasus mesotelioma (keganasan pluera primer) dapat disertai efusi pluera dan
sekitar 50% penderita kangker payudara akhirnya akan mengalami efusi pluera
(yoghie pratama 19juni2012)
Di indonesia trauma dada juga bisa
menjadi penyebab efusi pluera. Mortalitas dan morbiditas efusi pluera
ditentukan berdasarkan penyebab tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam
cairan pluera. hal ini akan sejalan bila masyarakat indonesia
terbatas dari masalah kesehatan dengan gangguan system pernapasan yang salah
satunya adalah efusi pluera.
Sekitar 10-15 juta dengan 100-250
ribu kematian tiap tahunya. Efusi pluera suatu kesatuan penyakit (disease
enity) dna merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam
jiwa penderita. Tingkat kegawatan efusi pluera ditentukan oleh jumlah cairan
kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru
Tingginya kasus efusi pluera
disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksa kesehatan sejak dini
sehingga terhambat aktivitas sehari hari dan kematian akibat efusi pluera masih
sering ditemukan.
Tingkat kegawat daruratan pada efusi
pluera ditentukan oleh jumlah cairan kecepatan pembentukan cairan dan tingkat
penekanan pada paru. Jika efusi luas exspensi paru akan mengalami sesak nyeri
dada,batuk non produktif bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan
terjadilah gagl nafas.
B. Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan
Umum :
Untuk
memenuhi salah satu tugas keperawatan medical bedah 1 Respirasi.
2.
Tujuan
Khusus :
a. Menjelaskan definisi Efusi Pleura.
b. Menjelaskan etiologi dan komplikasi
penyakit Efusi Pleura.
c. Menjelaskan Patofisiologi serta
gejala manifestasi klinis Efusi Pleura.
d. Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada
pasien Efusi Pleura.
C.
Sistematika
Penulisan
Dalam penulisan makalah ini terdiri
dari : Bab I berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan
sistematika penulisan, Bab II berisi Konsep Dasar, Patofisiologi, manifestasi
klinis, komplikasi, Penatalaksanaan dan proses keperawatan, Bab III berisi
Kesimpulan dan saran, Daftar Pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORIS
A. Konsep Dasar
1.
Definisi
Efusi Pleura
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang
berarti ektravasasi cairan ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan
pleura yang berarti membran tipis yang terdiri dari dua lapisan yaitu, pleura
viseralis dan pluera perietalis.Sehingga dapat disimpulkan Efusi Pleura adalah
ekstravasasi cairan yang terjadi di antara lapisan viseralis perietalis
(Sudoyo, 2006).Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan
cairan dalam rongga pleura. (Imran Sumantri, 2008). Efusi pleura adalah
penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi
namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau
pus (Baughman C Diane, 2000).Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam
ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).Efusi pleura adalah
istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C
Sylvia,1995).
2.
Anatomi
Pleura
Pleura adalah membrane serosa yang
licin, mengkilat, tipis, dan transparan yang membungkus paru
(pulmo). Membran ini terdiri dari 2 lapis:
a. Pleura viseralis: terletak disebelah
dalam, langsung menutupi permukaan paru.
b. Pleura parietalis: terletak
disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.
Pleura
parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :
1) Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan
pleura parietalis yg terletak di atas costa I namun tdk melebihi dr collum
costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os.
Clavicula
2) Pleura Parietalis pars Costalis
Pleura
yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage costae, SIC/ ICS, pinggir
corpus vertebrae, dan permukaan belakang os. Sternum
3) Pleura Parietalis pars
Diaphragmatica
Pleura
yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yang dipisakan oleh fascia
endothoracica
4) Pleura Parietalis pars Mediastinalis
(Medialis)
Pleura yang menghadap ke
mediastinum/terletak di bagian medial dan membentuk bagian lateral dr
mediastinum.Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis
mesotel (yang memproduksi cairan), membran basalis, jaringan
elastic dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.Membran pleura bersifat semipermiabel.
Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui
pleura parietal.Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis,
dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.Diantara kedua lapisan pleura
ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura. Dimana di dalam
cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yg berfungsi agar tidak terjadi
gesekan antar pleura ketika proses pernapasan. Rongga pleura mempunyai
ukuran tebal 10-20 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna,
mengandung protein < 1,5 gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura
didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel
polimoronuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil
didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus
berjalan seimbang agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan
3.
Fisiologi
Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif
thoraks kedalam paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat
mengembang.Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi
tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negatif di apex
sewaktu posisi berdiri.Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25
sampai -35 cm H2O.Selain fungsi mekanis, rongga pleura steril karena
mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing dan cairan yang
diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.Cairan rongga pleura sangat sedikit,
sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan konsentrasi protein 1
g/dl.Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur jumlah
produksi dan resorbsi cairan rongga pleura.Resorbsi terjadi terutama pada
pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam.
Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya
pleural effusion
B. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang
terbetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat dan eksudat adalah:
1.
Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi
kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan
pleura mengalami perubahan. Transudat ini disebabkan oleh kegagalan jantung
kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis
kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig, hipoalbumenia,
dialysis peritoneal, hidrothoraks hepatic
2.
Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi jika
faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura
mengalami perubahan.Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan
sebagainya,tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
Tabel 1 Perbedaan Cairan Transudat
dan Eksudat
Kreteria
|
Tansudat
|
Eksudat
|
Warna
|
Kuning
pucat, dan jernih
|
Jernih,
keruh, purulen, dan hemoragik
|
Bekuan
|
-
|
-/+
|
Berat
jernis
|
<
1018
|
>
1018
|
Leukosit
|
<
1000/ul
|
Bervariasi
>1000/ul
|
Eritrosit
|
Sedikit
|
Biasanya
banyak
|
Hitung
jenis
|
MN
(limfosit/mesotel)
|
Terutama
PMN
|
Protein
total
|
<
50 % serum
|
>
50 % serum
|
LDH
|
<
60 % serum
|
>60
% serum
|
Glukosa
|
-
plasma
|
-/<
plasma
|
Fibrinogen
|
0.3-4
%
|
4-6
% atau lebih
|
Amylase
|
-
|
>50%
serum
|
Bakteri
|
-
|
-/+
|
Berdasarkan lokasi cairan yang
terbentuk, effusi dibagi menjadi dua yaitu:
a.
Unilateral
Efusi yang unilateral tidak
mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
b.
Bilateral
Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini : Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark
paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis
C. Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis yang menurut
(Tierney, 2002 dan Tucker 1998) adalah
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Kesulitan bernafas
4. Peningkatan suhu tubuh jika terjadi
infeksi
5. Keletihan
6. Batuk
Manifestasi klinis menurut Suzanne
& Brenda, 2002 yang dapat ditemukan pada Efusi Pleura adalah
a. Demam
b. Menggigil
c. Nyeri dada pleuritis
d. Dispnea
e. Batuk Suara nafas ronchi
Manifestasi klinis menurut Irman
Somantri, 2008 adalah kebanyakan efusi pleura bersifat asimpomatik, timbul
gejala sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan
demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Ketika efusi sudah membesae dan
menyebar kemungkinan timbul dispenea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan
mengakibatkan nafas sesak. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi
yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi
yang terkena
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostic
a. Rongent dada atau thoraxs
Permukaan
cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva,
dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila
permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam
rongga tersebut yang dapat berasal dari luar dan dari dalam paru – paru itu
sendiri.
b. Torakoskopi (Fiber – optik
pleurascopy)
Dilakukan
pada kasus – kasus dengan neoplasma atau tuberkulosis pleura.Biasanya dilakukan
sedikit insisi pada dindidng dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks)
cairan ditemukan penghisapan dan udara dimasukkan supaya dapat melihat kedua
pleura.
c. Biopsi pleura
Pemeriksaan
histologi atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50% - 75%
diagnosa kasus – kasus pluritistuberkulosa dan tumor paru.
d. Ultrasonografi
Untuk
menentukan adannya cairan dalam rongga pleura.Pemeriksaan ini sangat membatu
sebagai penentu waktu melakkukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi
yang terlokalisir.
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap : Leukosit meningkat,
Hemoglobin menurun, LED meningkat
b) Kimia darah : Albumin menurun,
protein total menurun
c) Sputum : kultur, basil asam dan PH
d) Sitologi cairan
pleura
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan
pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (gagal jantung kongestif,
pneumonia, sirosis)
2. Torasentesis dilakukan untuk
membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk
menghilangkan disneu.
3. Bila penyebab dasar malignansi,
efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis
berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang
pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada
dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
4. Agen yang secara kimiawi
mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk
mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
5. Pengobatan lainnya untuk efusi
pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi
diuretic.
a. Keperawatan
1) Memberikan posisi nyaman pada pasien dengan bagian kepala agak
ditinggikan.
2) Memberikan manajemen nyeri seperti
mengajarkan teknik relaksasi.
3) Mengajarkan batuk efektif
4) Mengatur posisi semi fowler agar
pasien nyaman
b. Diet
Tujuan
diet pada pasien effusi pleura adalah memberikan makanan secukupnya, mencegah
atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet pada pasien
effusi pleura antara lain:
1) Energi yang cukup untuk mencapai
atau mempertahankan berat badan yang normal.
2) Protein yang cukup yaitu 0,8
gram/KgBB
3) Lemak sedang yaitu 25-30 % dari
kebutuhan energi total (10 % dari lemak jenuh dan 15 % dari lemak tidak jenuh).
4) Vitamin dan mineral yang cukup.
5) Diet rendah garam (2-3 gram/hari).
6) Makanan mudah dicerna dan tidak
menimbulkan gas
7) Serat yang cukup untuk menghindari
konstipasi.
8) Cairan cukup 2 liter/haribila
kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa
makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi.
G. Komplikasi
Klien dengan Efusi Pleura
1.
Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat
yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa
antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks.Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang
berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran
pleura tersebut.
2.
Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna
yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3.
Fibrosis
paru
Fibrosis paru merupakan keadaan
patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan.
Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang
dengan jaringan fibrosis.
4.
Kolaps
Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.
H.
Pengkajian
Pengumpulan Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1.
Identitas
Pasien
Pada tahap ini perawat perlu
mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
2.
Keluhan
Utama
Keluhan utama merupakan faktor
utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah
sakit.Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
3.
Riwayat
Kesehatan
a.
Penyakit
Sekarang
Pasien dengan effusi pleura
biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas,
nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
b.
Riwayat
Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien
pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma,
asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor predisposisi
c.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai
penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu
dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama
dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood
pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga
dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien
b. Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi
pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga
melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis.
RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.Fremitus tokal menurun terutama
untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang
sakit.Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun
sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan
dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas
atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya
bila penderita diminta mengucapkan kata-kata imaka akan terdengar
suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis,
Mukty Abdol, 1994,79)
c. Sistem Kardiovasculer
Pada inspeksi perlu
diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio
claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health
rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk
menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri.Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu
diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa
Auskultasi untuk mendengarkan
suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi
perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor,
feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah
hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya
massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta, tumor).
e. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran
perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS.Adakah composmentis atau
somnolen atau comma, refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu
diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil
time.Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
5.
Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum
kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi
biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
derajat hidrasi seseorang.
6.
Data
Psikologis
Meliputi perasaan pasien
terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku
pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.Data psikologis
7.
Data social
Adanya tindakan medis dan
perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan,
tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit
8.
Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya dihubungkan
dengan agama yang dianutnya.. Biasanya klien akan merasa kesulitan dalam
menjalankan ibadahnya
9.
Analisa
Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif, berpikir dan daya
nalar perawat terhadap data senjang yang ditemukan sehingga diketahui
permasalahan klien.
I.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
2.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
3.
Cemas
atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
4.
Gangguan
pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri
pleuritik.
5.
Ketidakmampuan
melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik
yang lemah).
6.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya
informasi.
J. Rencana/intervensi
Keperawatan
1.
Ketidakefektifan
pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan
dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya
akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi
Identifikasi
faktor penyebab
Kaji
kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
Baringkan
pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60 – 90 derajat
Observasi tanda-tanda vital
(suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Lakukan auskultasi suara nafas
tiap 2-4 jam
Bantu dan ajarkan pasien untuk
batuk dan nafas dalam yang efektif
Kolaborasi dengan tim medis
lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional
Dengan mengidentifikasikan
penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi klien.
Penurunan diafragma memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
Peningkatan RR dan tachcardi
merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
Auskultasi dapat menentukan
kelainan suara nafas pada bagian paru-paru
Menekan daerah yang nyeri
ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat
batuk lebih efektif.
Pemberian oksigen dapat
menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia.
Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria hasil: Konsumsi
lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam
batas normal.
Intervensi
Beri motivasi tentang
pentingnya nutrisi.
Auskultasi suara bising usus.
Lakukan oral hygiene setiap
hari
Berikan makanan semenarik
mungkin
Beri makanan dalam porsi kecil
tapi sering.
Laborasi dengan tim gizi dalam
pemberian diit TKTP
Kolaaborasi dengan dokter atau
konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian
vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika
intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional
Kebiasaan makan seseorang
dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya
tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Bising usus yang menurun atau
meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan
Bau mulut yang kurang sedap
dapat mengurangi nafsu makan
Penyajian makanan yang menarik
dapat meningkatkan nafsu makan.
Makanan dalam porsi kecil tidak
membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek
Diit TKTP sangat baik untuk
kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP
menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
Peningkatan intake protein,
vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh
3.
Cemas
atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujua: Pasien mampu
memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria
hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai,
nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit
Intervensi
Berikan posisi yang
menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan
diagnosanya.
Ajarkan teknik relaksasi
Bantu dalam menggala sumber
koping yang ada
Pertahankan hubungan saling
percaya antara perawat dan pasien
Kaji faktor yang menyebabkan
timbulnya rasa cemas.
Bantu pasien mengenali dan
mengakui rasa cemasnya.
Rasional
Pasien mampu menerima keadaan dan
mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan
Mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan
Pemanfaatan sumber koping yang
ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress
Hubungan saling percaya
membantu proses terapeutik
Tindakan yang tepat diperlukan
dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam
mengurangi kecemasan
Rasa cemas merupakan efek emosi
sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu
dapat diketahui
4. Gangguan pola tidur dan
istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan: Tidak
terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil: Pasien tidak
sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien
dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat
atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari
Intervensi
Beri posisi senyaman mungkin
bagi pasien
Menentukan kebiasaan motivasi
sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Anjurkan pasien untuk latihan
relaksasi sebelum tidur.
Obseervasi gejala kardinal dan
keadaan umum pasien
Rasional
Posisi semi fowler atau posisi
yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2
Mengubah pola yang sudah
menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur
Relaksasi dapat membantu
mengatasi gangguan tidur
Observasi gejala kardinal guna
mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien
5. Ketidakmampuan melaksanakan
aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan: Pasien mampu
melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria
hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar
dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup
Intervensi
Evaluasi respon pasien saat
beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan
tanda-tanda vital pasien dalam melakukan aktivitas.
Bantu Px memenuhi kebutuhannya
Awasi Px saat melakukan
aktivitas.
Libatkan keluarga dalam
perawatan pasien.
Jelaskan pada pasien tentang
perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Motivasi dan awasi pasien untuk
melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional
Mengetahui sejauh mana
kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
Memacu pasien untuk berlatih
secara aktif dan mandiri
Memberi pendidikan pada Px dan
keluarga dalam perawatan selanjutnya
Kelemahan suatu tanda Px belum
mampu beraktivitas secara penuh
Istirahat perlu untuk
menurunkan kebutuhan metabolisme
Aktivitas yang teratur dan
bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.
6. Kurang pengetahuan mengenai
kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Pasien dan keluarga
tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil:
PX dan keluarga menyatakan
pemahaman penyebab masalah.
PX
dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik.
PX
dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Intervensi
Kaji
patologi masalah individu
Identifikasi
kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Kaji
ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri
dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Kaji
ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan)
Rasional
Informasi
menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk
pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
Penyakit
paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat
meningkatkan insiden kambuh
Berulangnya
effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial
komplikasi.
Mempertahankan
kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan
K.
Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan
oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya
Intervensi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, keterampilan interpersonal, teknikal
dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon klien. Pada
tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan
yang muncul pada klien.
L.
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah
terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
tim kesehatan lainnya.Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan
pasien:
1.
Mampu
mempertahankan fungsi paru secara normal.
2.
Kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
3.
Tidak
terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
4.
Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk
mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
5.
Menunjukkan
pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri
dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
6.
Mampu
menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
7.
Menunjukkan
pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan
dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak
menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum-minuman
beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi
penyakitnya.
BAB
III
PRNUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleural adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002).
Pleura parietal berdasarkan letaknya
terbagi atas :
1.
Cupula
Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yg
terletak di atas costa I namun tdk melebihi dr collum costae nya. Cupula pleura
terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula
2.
Pleura
Parietalis pars Costalis
Pleura yg menghadap ke permukaan
dalam costae, cartilage costae, SIC/ ICS, pinggir corpus vertebrae, dan
permukaan belakang os. Sternum
3.
Pleura
Parietalis pars Diaphragmatica
Pleura yg menghadap ke diaphragm
permukaan thoracal yang dipisakan oleh fascia endothoracica
4.
Pleura
Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yang menghadap ke mediastinum/terletak di bagian
medial dan membentuk bagian lateral dr mediastinum.Pleura parietalis dan
viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan), membran
basalis, jaringan elastic dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.Membran pleura bersifat
semipermiabel.
Dimana di dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan
pleura yg berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses
pernapasan. Rongga pleura mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi sekitar
10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan ±
1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil
limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel polimoronuklear dan sel darah merah
dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura. Keluar dan
masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar nilai normal
cairan pleura dapat dipertahankan.
Manifestasi klinis menurut Irman
Somantri, 2008 adalah kebanyakan efusi pleura bersifat asimpomatik, timbul
gejala sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan
demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Ketika efusi sudah membesae dan
menyebar kemungkinan timbul dispenea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan
mengakibatkan nafas sesak.
B.
Saran
Dalam
hal ini perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit kardiomiopati
karena akan menjadi fatal jika terlambat menaganinya. Selain itu perawat juga
memberi health ducation kepada klien dan keluarga agar mereka paham dengan
kardiomiopati dn bagaimana pengobatan nya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta :
Mediaction
Doenges, Marilynn E.
1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC
Dr. Lyndon Saputra. 2011.
Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang: Binapura Aksara
Sherwood, Lauralee. 2001.
Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC