BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
PENGERTIAN
ITP adalah singkatan dari Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya.
Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah
(trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan).
Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura.
(Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune)
Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoanti
body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
ITP (Idiopathic Th rombocytopenic
Purpurae ialah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopeni
(angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/mm3) akibat destruksi
prematur trombosit yang meningkat (akibat autoantibody yang mengikat antigen
trombosit).
Tidak jelas apakah antigen pada
permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat
komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering pada
usia 20-50 tahun dan lebih sering pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief
mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah
yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan.
Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam
kebiruan. (Imran, 2008).
Dalam tubuh seseorang yang menderita
ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah berada dalam jumlah yang normal.
Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang menutupi area tubuh
paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah.
Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat
mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup
lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut
Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau
trombosit ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang
sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor,
2006)
Trombosit berbentuk bulat kecil atau
cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari
megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum
tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera
setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler
paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan
sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal trombosit ialah antara
150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan
normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit
dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini
disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin.
Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih
banyak yang merangsang trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura
mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak sering mengalami idiopathic
thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan biasanya sembuh sepenuhnya
tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit ITP sering lebih
kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan
didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit
simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu
kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.
Delapan puluh hingga 90% anak dengan
ITP menderita apisode pendarahan akut, yang akan pilih dalam beberapa hari atau
minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP
akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak
pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus, atau pun
imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh terjadi
saat trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7
tahun, sering terjadi pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan
sebagai adanya episode trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak
dengan ITP. ITP merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan meningkatrnya
penghancuran trombosit dalam retikuloendotelial. Kelainan ini biasanya menyertai
infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons sistem imun yang
tidak tepat.
A.
ETIOLOGI
1.
Penyebab dari ITP tidak diketahui
secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan antibodi yang
menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit
ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang
menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons
tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi
untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya
sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun
pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada
tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga
bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat
antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem
imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang
platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 2008)
2.
ITP kemungkinan juga disebabkan oleh
hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia,
pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya
malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan
etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama
dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6
bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008)
3.
ITP juga terjadi pada pengidap HIV.
sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides
juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit dan
faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut :
purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam
lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit
virus yang terkini dan calar atau lebam.
B.
JENIS ITP
Secara klinis, ITP ini dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu :
1.
ITP Akut : ITP akut (kurang
dari 6 bulan] ini lebih sering terjadi pada anak [usia 2-6 tahun], seringkali
terjadi setelah infeksi virus akut [Rubeola, Rubella, Varicella zoozter,
Epstein Barr virus) dan penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh virus.
Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, perdarahan
intracranial terjadi kurang dari 1% pasien. Biasanya ITP akut pada anak ini self
limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien (dimana 60% sembuh dalam
4-6 minggu, dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan). Dan sekitar 5-10%
lainnya berkembang menjadi ITP kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan)
2.
ITP kronik : ITP kronik ini
terutama dijumpai pada wanita berumur 15-50 tahun. Episode perdarahan dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten, bahkan
terus menerus.
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik
ITP akut
|
ITP kronik
|
|
Awal penyakit
|
2-6 tahun
|
20-40 tahun
|
Rasio L:P
|
1:1
|
1:2-3
|
Trombosit
|
<20.000/Ml
|
30.000-100.000/mL
|
Lama penyakit
|
2-6 minggu
|
Beberapa tahun
|
Perdarahan
|
Berulang
|
Beberapa hari/minggu
|
(Bakta, 2006;
Mehta, et. al, 2006)
C.
PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ITP
Kerusakan
trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang terdapat
pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti
antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan
organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal
atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang
merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami
penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya
perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya
trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa
penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat
terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi,
yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator
lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi trombosit.
Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem
imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya
antibodi spesifik terhadap antibodi.
Saat ini
telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-lia,
GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP,
perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang
terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.
Gambaran klinik ITP yaitu:
1.
Onset pelan dengan perdarahan
melalui kulit atau mukosa berupa : petechie, echymosis, easy bruising, menorrhagia,
epistaksis, atau perdarahan gusi.
2.
Perdarahan SSP jarang terjadi tetapi
dapat berakibat fatal.
3.
Splenomegali pada <10% kasus.
D.
PENCEGAHAN
1.
Idiopatik Trombositopeni Purpura
(ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.
2.
Menghindari obat-obatan seperti
aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan
risiko pendarahan.
3.
Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan
memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang
mungkin dapat berkembang.
4.
Konsultasi ke dokter jika ada
beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan
anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.
E.
GEJALA DAN TANDA
1.
Bintik-bintik merah pada kulit
(terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan menyerupai rash. Bintik
tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya pendarahan dibawah
kulit .
2.
Memar atau daerah kebiruan pada
kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut) disebabkan pendarahan di
bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas. Memar tipe
ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk massa
tiga-dimensi yang disebut hematoma.
3.
Hidung mengeluarkan darah atau
pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan feses. Beberapa macam pendarahan
yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang
berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala
pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
4.
Jumlah platelet yang rendah akan
menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Hitung darah lengkap dan jumlah
trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit
< 20.000 / mm3).
2.
Anemia normositik: bila lama
berjenis mikrositik hipokrom.
3.
Leukosit biasanya normal: bila
terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.Ringan pada keadaan lama:
limfositosis relative dan leucopenia ringan.
4.
Sum-sum tulang biasanya normal,
tetapu megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arrest pada stadium
megakariosit.
5.
Masa perdarahan memanjang, masa
pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption
memendek, test RL (+).
G.
KOMPLIKASI
1.
Peradarahan Kranial (pada Kepala).
Ini penyebab utama kematian penderita ITP.
2.
Kehilangan darah yang luar biasa
3.
Efek samping dari kortikosteroid
4.
Infeksi pneumococcal. Infeksi ini
biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi splenektomi. Si
penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.8 o
H.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk
praktisnya sebagian besar diagnosa ITP ditegakkan dengan cara eksklusi
(menyingkirkan faktor-faktor sekunder yang dapat menyebabkan trombositopeni),
seperti SLE, obat-obatan, trombositopenia post transfuse, leukemia. Dan mungkin
pada sebagian besar kasus ITP pada anak, awalnya akan didiagnosa dengan DHF
dengan manifestasi perdarahan 9 grade III-IV), tapi seperti yang disebutkan
diatas, pada ITP tidak didapatkan demam, pembesaran limpa dan tidak ada
peningkatan hematokrit. Sebagian besar anak penderita ITP dapat pulih tanpa
penanganan medis, hanya dianjurkan untuk melakukan observasi ketat dan sangat
hati-hati terhadap penderita serta penanganan terhadap gejala-gejala
perdarahannya. Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit jika penanganan dan
perawatan intensif dan baik ini tersedia di rumah. Adakalanya penanganan dengan
pengobatan oral Prednisone atau pemasangan infus (masuk ke urat darah halus)
berisikan zat gamma globulin untuk meningkatkan jumlah sel darah merah
penderita dengan cepat.
Penyakit ITP
untuk penderita orang dewasa dapat berlangsung lebih lama dibandingkan yang
dialami anak-anak. Sebagian besar penderita dewasa ITP umumnya telah mengalami
adanya perdarahan yang terus meningkat dan mudah sekali mengalami luka memar
dalam kurun waktu beberapa minggu atau bahkan bulan. Untuk pasien wanita,
meningkatnya aliran darah menstruasi juga merupakan tanda-tanda utama.
Banyak orang
dewasa yang mengalami thrombocytopenia (jumlah sel darah merah dalam darah
relatif sedikit) yang tidak terlalu parah. Pada kenyataannya,sebagian kecil
orang bahkan tidak mengalami gejala-gejala perdarahan. Kalangan ini umumnya
didiagnosa ITP saat melakukan tes pemeriksaan darah untuk suatu keperluan, dan
ternyata salah satu hasilnya menunjukkan jumlah sel darah merah yang sedikit.
Penanganan
terhadap penyakit ITP yang diderita orang dewasa lebih ditujukan untuk
meningkatkanjumlah sel darah merahnya. Jika pengobatan obat tambah darah dan
prednisone tidakjuga banyak membantu, organ limpa penderita mungkin akan
dikeluarkan melalui tindakan operasi. Organ ini yang memproduksi sebagian besar
antibodi yang selama ini menghancurkan sel-sel darah merah dalam tubuhnya
sendiri. Organ ini juga berfungsi untuk menghancurkansel-sel darah yang tua
atau rusak.
I.
TERAPI
Terapi ITP
lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga
mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada
berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah
platelet. Terapi untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex:
prednison) sering digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan
jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun.
Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang mengalami pendarahan
parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .
Terapi awal
ITP (standar) :
1)
Prednison
Terapi awal prednisoon atau
prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. respon terapi prednison
terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama, bila
respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.
2)
Imunoglobulin intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis
1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turut digunakan bila terjadi pendarahan
internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat
terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif.
Pendekatan terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi
standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat
digunakan . Luasnya variasi terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya
efikasi dan terapi bersifat individual.
3)
Steroid dosis tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain
prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40
mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.
4)
Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat
diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis
konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis tinggi metiprednisolon 3o
mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1 mg/kg sekai sehari.
5)
IgIV dosis tinggi
Imunoglobulin iv dosis tinggi 1
mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan
kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit
kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau
disubtitusi dengan anti-D iv
6)
Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV.
Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang
secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi bersaingdengan
autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.
7)
Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg
iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu.
8)
Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama
sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat. Bila respon terjadi, dosis
diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1 tahun dan kemudian
diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
9)
Immunosupresif dan kemoterapi
kombinasi
Imunosupresif diperlukan pada pasien
yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max
150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan
dan responya bertandng tertahan sampai 5%.
10) Dapsone
Dosis 75 mg p.o per hari, respon
terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar
G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
IDIOPATHIC
THROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )
A.
PENGKAJIAN
1.
Keluhan utama :
Memar, bintik-bintik pada kulit,
keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
2.
Riwayat penyakit sekarangang
ditandai dengan
Klien mengalami ITP yg ditandai
dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan
perdarahan pada gusi gigi.
3.
Riwayat penyakit dahulu
HIV AIDS yang mungkin diturunkan
dari orang tua klien.
4.
Riwayat penyakit keluarga
Pihak keluarga mengalami HIV AIDS,
kelainan hematologi.
5.
Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau
kumuh karena penyakit ini bias disebabkan oleh virus atau bakteri seperti
rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a.
Asimtomatik sampai jumlah trombosit
menurun di bawah 20.000.
b.
Tanda-tanda perdarahan.
1)
Petekie terjadi spontan.
2)
Ekimosis terjadi pada daerah trauma
minor.
3)
Perdarahan dari mukosa gusi, hidung,
saluran pernafasan.
4)
Menoragie.
5)
Hematuria.
6)
Perdarahan gastrointestinal.
7)
Perdarahan berlebih setelah prosedur
bedah.
6.
Aktivitas / istirahat.
Gejala :
a.
Keletihan, kelemahan, malaise umum.
b.
Toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda
:
a. Takikardia /
takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
b.
Kelemahan otot dan penurunan
kekuatan.
7.
Sirkulasi.
Gejala :
a.
Riwayat kehilangan darah kronis,
misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat.
b. Palpitasi (takikardia
kompensasi).
Tanda :
TD:
peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
8.
Integritas ego.
Gejala :
Keyakinan
agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan transfuse darah.
Tanda :
Depresi.
9.
Eliminasi.
Gejala :
Hematemesis, feses dengan darah
segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda :
Distensi abdomen.
10. Makanan /
cairan.
Gejala :
a.
Penurunan masukan diet.
b. Mual dan
muntah.
Tanda :
Turgor kulit
buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
11. Neurosensori.
Gejala :
a.
Sakit kepala, pusing.
b. Kelemahan,
penurunan penglihatan.
Tanda :
a. Epistaksis.
b.
Mental: tak mampu berespons (lambat
dan dangkal).
12. Nyeri /
kenyamanan.
Gejala :
Nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda :
Takipnea, dispnea.
13. Pernafasan.
Gejala :
Nafas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
Tanda :
Takipnea, dispnea.
14. Keamanan
Gejala :
Penyembuhan luka buruk sering
infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Kurang pengetahuan pada keluarga
tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi
informasi ditandai dengan keterbatasan belajar, tidak familiar dengan
sumber informasi.
2.
Resiko tinggi kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan factor imunologis ditandai dengan immobilisasi,
kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit.
3.
Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan sianosis, oedema, pucat.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kurang
pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi.
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan keluarga mengerti akan penyakit klien
dengan Tujuan Pemahaman dan penerimaan
terhadap program pengobatan yang diresepkan.
Kriteria
Hasil :
a.
Menyatakan pemahaman proses
penyakit.
b. Paham akan
prosedur dagnostik dan rencana pengobatan.
Tujuan dan kreteria hasil
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan
keluarga mengerti akan penyakit klien dengan
Tujuan:
Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan
yang diresepkan.
Criteria hasil:
1.
Menyatakan pemahaman proses
penyakit.
2.
Faham akan prosedur dagnostik dan
rencana pengobatan.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Berikan informasi tentang
ITP.
|
1.
Memberikan dasar pengetahuan
sehingga keluarga atau pasien
|
2.
Diskusikan kenyataan bahwa
terapi tergantung pada tipe dan beratnya
|
2.
Dapat membuat pilihan yang
tepat
|
3.
Tinjau tujuan dan
mempersiapkan untuk pemeriksaan diagnostik
|
3.
Ketidaktahuan meningkatkan
stress
|
4.
Jelaskan bahwa darah yang
diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP.
|
4.
Merupakan kekhawatiran yang
tidak diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas pasien atau keluarga.
|
b.
Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis
Tujuan dan kreteria hasil
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kerusakan bisa berkurang
dengan
Kriteria hasil:
1. Klien dapat mengidentifikasi
intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
2. Berpartisipasi dalam pencegahan
komplikasi dan percepatan penyembuhan
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji integritas kulit untuk
melihat adanya efek samping terapi kanker, amati luka penyembuhan luka.
|
Memberikan informasi untuk
perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan
integritas kulit.
|
Anjurkan klien untuk tidak menggaruk
bagian yang gatal.
|
Menghindari perlukaan yang
dapat menimbulkan infeksi
|
Ubah posisi klien secara
teratur
|
Menghindari penekanan yang
terus menerus pada suatu daerah tertentu
|
Berikan advice pada klien
untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi
dokter.
|
Mencegah trauma berlanjut
pada kulit dan produk yang kontra indikatif.
|
c.
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
Tujuan dan kreteria hasil
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kembali kebentuk normal
dengan
Tujuan :
1. Tekanan darah normal.
2. Pangisian kapiler baik.
Kriteria hasil:
Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.
Intervensi
|
Rasional
|
Awasi
Tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler.
|
Memberian
informasi tentang derajar atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menetukan kebutuhan intervensi
|
Tinggikan
kepala tempat tidur sesuai toleransi.
|
Meningkatkan
ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenisasi untuk kebutuhan seluler
|
Kaji
untuk respon verbal melambat, mudah terangsang.
|
Dapat
mengindikasikan ganggua fungsi serebral karena hipoksia
|
Awasi
upaya pernapasan auskultasi bunyi nafas.
|
Dispne
karena regangan jantung lama atau peningkatan kompensasi curah jantung.
|
D.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan
intervensi yang sudah ditetapkan (sesuaidengan literature).
E.
EVALUASI
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam
pemberian asuhan keperawatan berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap
masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah
yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta :
Mediaction
Doenges, Marilynn E.
1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC
Dr. Lyndon Saputra. 2011.
Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang: Binapura Aksara
Sherwood, Lauralee. 2001.
Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
0 komentar:
Posting Komentar